Ragam Catatan Sejarah Perihal Orang Pertama yang Memperingati Maulid

Sumber: Suara.com

Salah satu nikmat terbesar yang Allah SWT berikan kepada umat akhir zaman ini adalah diutusnya nabi paling mulia dan sempurna dalam semua hal. Ucapannya penuh dengan kelembutan. Perangainya sangat sopan. Ia menghormati yang lebih tua dan menghargai yang lebih muda. Sikapnya penuh teladan dan kebenaran.

Tepat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal, Rasulullah SAW dilahirkan. Kelahirannya tidak hanya membawa rahmat bagi manusia, namun alam semesta juga merasakan rahmat atas kedatangannya. Langit dan bumi sangat bergembira. Tanah yang awalnya gersang dan tandus menjadi subur dan makmur. Pepohonan yang sebelumnya tidak pernah berbuah, ikut berbuah dengan kegembiraan atas kelahiran seorang manusia yang kelak menjadi pemimpin para manusia, nabi dan rasul.

Di saat yang bersamaan, Allah menunjukkan kesucian dan keagungan-Nya. Kebenaran telah datang dan kebatilan akan segera hilang. Hal itu ditandai dengan hancurnya simbol-simbol yang kesesatan. Api suci sesembahan orang-orang Majusi di kuil pemujaan Persia, yang sebelumnya tidak pernah padam, tiba-tiba padam. Barhala-barhala yang kokoh di Ka’bah tiba-tiba roboh.

Tidak hanya terjadi di kota Makkah, peristiwa menggemparkan juga terjadi di kerajaan Romawi, semua patung dan simbol kesyirikan lainnya tiba-tiba hancur dan runtuh. Demikian, ketika Allah hendak memperlihatkan kebesaran-Nya. Semua akan musnah dan tidak tersisa apa-apa, selain penasbihan bahwa Dia adalah zat Yang Maha Kuasa. Tidak ada yang bisa menandingi-Nya dalam hal apapun. Demikian sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditampakkan bersamaan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Oleh karenanya, sebagai umat Islam, bulan Rabiul Awal menjadi sebuah hari yang sangat bersejarah dan memiliki historis luar biasa. Hari dimana nabi paling mulia dilahirkan, dan ajaran tauhid kepada Allah SWT yang sebelumnya hilang, kembali disebarluaskan.

Saat ini, semua kisah heroik itu telah menjadi sejarah dalam Islam yang akan terus dikenang, dan dibacakan dalam setiap perayaan-perayaan maulid nabi dibulan Rabiul Awal. Umat Islam percaya bahwa kelahirannya menjadi titik terang dari munculnya cahaya hidayah. Oleh karena itu, umat Islam beramai-ramai merayakan hari kelahirannya sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas diutusnya nabi paling sempurna.

Perdebatan Soal Acara Maulid

Para ulama yang juga merupakan ahli sejarah berbeda pendapat perihal orang pertama yang mengadakan seremonial maulid seperti saat ini, baik dari kalangan ulama salaf (klasik) maupun ulama khalaf (kontemporer). Namun, yang pasti perayaan maulid bukanlah sesuatu yang baru dalam sejarah Islam. Syekh Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi (Wafat 991 H), dalam kitabnya menggolongkan perayaan maulid nabi dengan praktik pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an, pembacaan sirah nabawiyah, kemudian diakhiri dengan makan bersama sebagai perbuatan Bid’ah Hasanah, dimana orang yang mengerjakannya akan mendapatkan pahala, karena terdapat unsur memuliakan nabi dan menampakkan kebahagiaan atas kelahirannya. Sedangkan orang pertama yang mengadakan seremonial perayaan maulid adalah Raja Mudhaffar. Salah seorang penguasa Irbil yang mulia nan agung. Imam Suyuthi dalam kitabnya mengatakan,

وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ فِعْلَ ذَلِكَ صَاحِبُ اِرْبِل الَملِكُ الْمُظَفَّر أَبُوْ سَعِيْد كُوْكْبَرِي بِنْ زَيِنِ الدِّيْنِ عَلِي اِبْنِ بَكْتَكينْ أَحَدُ الْمُلُوْكِ الْأَمْجَادِ وَالكُبَرَاءِ الْأَجْوَادِ وَكَانَ لَهُ آثَارٌ حَسَنَةٌ، وَهُوَ الَّذِي عَمَّرَ الجَامِعَ الْمُظَفَّرِي بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ

Artinya: “Orang yang pertama kali mengadakan seremonial itu (maulid nabi) adalah penguasa Irbil, yaitu raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin, salah seorang raja yang mulia, agung, dan dermawan. Dia juga memiliki rekam jejak yang bagus. Dan, dia lah yang meneruskan pembangunan Masjid al-Mudhaffari di kaki gunung Qasiyun.” (Imam as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi, [Beirut, Darul Fikr: 2004], juz I, halaman 182).

Senada dengan pendapat Imam as-Suyuthi di atas, Syekh Muhammad bin Ali asy-Syaukani (Wafat 1250 H), dalam salah satu kitabnya mengatakan, bahwa orang pertama kali yang mengadakan seremonial maulid nabi adalah raja Mudhaffar.

وَأَجْمَعُوْا أَنَّ الْمُخْتَرِعَ لَهُ السُّلْطَانُ الْمُظَفَّر أَبُوْ سَعِيْد كُوْكْبَرِي

Artinya: “Para ulama telah sepakat bahwa yang mengadakan seremonial maulid pertama kali adalah raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi.” (Imam asy-Syaukani, al-Fathur Rabbani min Fatawa Imam asy-Syaukani, [Yaman, Maktabah Jailul Jadid: tt], juz I, halaman 1087).

Berbeda dengan pendapat di atas, Syekh Hasan as-Sandubi, sejarawan Islam asal Mesir, dalam kitabnya mengatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan perayaan maulid nabi adalah dinasti Fatimiyah. Salah satu dinasti yang diprakarsai oleh Ubaid al-Mahdi. Dalam kitabnya disebutkan

لَقَدْ دَلَّنِي البَحْثُ عَلَى أَنَّ الْفَاطِمِيِّيْنَ هُمْ أَوَّلُ مَنْ اِبْتَدَعَ فِكْرَةَ الْاِحْتِفَالِ بِذِكْرَى الْمَوْلِدِ النَّبَوِي

Artinya: “Sungguh telah menjadi penunjuk kepadaku, pembahasan (di atas), bahwa sungguh dinasti Bani Fatimah merupakan kelompok pertama yang merealisasikan gagasan perayaan untuk mengingat kelahiran Nabi Muhammad.” (Hasan as-Sundawi, Tarikhul Ihtifal bil Maulidin Nabawi, [Matba’ah al-Istiqamah, cetakan pertama: 1980], halaman 60-65).

Namun demikian, perayaan-perayaan pada masa dinasti Fatimiyah tidak hanya fokus pada perayaan maulid nabi saja, lebih dari itu mereka juga merayakan perayaan musiman lainnya, seperti perayaan hari kelahiran Sayyidina Ali, maulid Sayyidah Fatimah, maulid Sayyidina Hasan dan Husain, dan beberapa perayaan maulid lainnya. (Wa Allahu Alam Bis Showab).

Penulis : Moh Nadhif