Sang Legenda Tari Topeng yang membumi di belahan Jawa Timur Indonesia dan andal lahir di suatu Dusun bernama Glagahdowo, Desa Pulungdowo Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang Jawa Timur. Terlahir Bernama Rasimun pada tanggal 15 Juni 1932. Perjalanan hidupnya dibaktikan untuk berprofesi sebagai penari Topeng Gunungsari yang sudah ditekuni sejak 1939, di usia muda umur 8 tahun beliau sudah menggeluti dunia penari topeng Malangan.
Rasimun muda telah menikah dengan seseorang yang dicintainya bernama Patonah yang membina keluarga selama 73 tahun, walaupun tidak dikarunia seorang anak, keluarga Rasimun telah mengangkat anak bernama Slamet Muchsin, beliau telah mendidik anaknya tersebut sampai kuliah di Perguruan Tinggi. Setelah lulus dari SMA Negeri Tumpang Jurusan IPA, kemudian melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi; pendidikan sarjana (S1) diselesaikan di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Islam Malang, S2 dan S3 nya diselesaikan di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Sejak tahun 1989 sampai sekarang, Slamet menjadi dosen Tetap di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Islam Malang, sebagai Associated Profesor dan menjabat Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik. Kini, Slamet sedang mengusulkan guru besarnya di Perguruan Tinggi tersebut.
Perjalanan Seni
Pada tahun 1949 sampai tahun 1976, Rasimun pernah terjun dalam dunia ludruk dan berperan sebagai “Pengremo Beskalan dan Pawestran”. Selain itu juga pernah sebagai penari Beskalan Putri Malangan, Remo Putri, Topeng dan Jangger. Rasimun di masa remajanya pernah bergabung dengan berbagai kelompok ludruk, antara lain: Sinar Muda, Margo Utomo, Sagri, Marhaen, dan Nusantara.
Dengan kepiawaian dan keahliannya, Beliau juga pernah mengajar pada Padepokan “Seni Mangundharma” yang berada di Desa Tulus Besar, Kecamatan Tumpang. Di bawah pimpinan seorang akademisi dan legendaris Penari serba Bisa M Soleh Adi Pramono, yang beken dipanggil Ki Soleh Adi Pramono. Padepokan Seni Mangun Dharma merupakan salah satu padepokan seni tradisi yang masih tetap eksis di Kabupaten Malang. Padepokan ini didirikan pada tanggal 26 Agustus 1989 oleh Ki Soleh Adi Pramono dengan bantuan pemerintah Malang.
Nama Mangun Dharma diambil dari nama jalan yang menjadi lokasi padepokan ini berdiri, jalan Mangun Dharma. Nama Mangun Dharma (Darmo) diambil dari nama seorang Senopati yang hidup pada masa Sultan Agung yang mendapat tugas menjaga gunung Buring Bumiayu Malang. Penggunaan nama Mangun Darmo juga merupakan usaha dari warga dan Ki Soleh Adi Pramono untuk melegitimasi agar nama itu tetap dikenal.
Jasa dan Prestasi Besar Mbah Rasimun
Jasa besar mbah Rasimun yang terbesar adalah menyelamatkan Tari Topeng Malangan yang nyaris punah. Mbah Rasimun telah menorehkan dan mewariskan kepada masyarakat sekitarnya. Kekhasan tarinya yang terkenal dengan ciri alusan gaya gunungsarian.
Tahun 1984 suatu momen yang tak terlupakan, di kalangan tari topeng ketika dewan Kesenian Surabaya menggelar pertunjukan dan sarasehan Topeng Malangan di Balai Pemuda Surabaya. Waktu itu Mah Rasimun menunjukkan kebolehannya sebagai penari topeng glagahdowo yang sangat mengagumkan dan mampu menghadirkan tontonan yang amat unik dan memesona.
Banyak kiprah dan prestasi yang pernah diperoleh Legendaris Rasimun. Penghargaan yang ditorehkan di antaranya:
- Penghargaan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sekolah Menengah Karawitan Indonesia ( SMKI) Negeri Surabaya tahun 1987
- Penghargaan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi Jawa Timur atas jasanya dalam Festival Seni Jawa Timur tahun 1988
- Penghargaan dari Sanggar Seni Kanjuruhan sebagai juara 3 Lomba Tari Bapang tahun 1990.
- Penghargaan dari SMKI atas jasanya sebagai Partisipan dalam Temu Karya Wayang Pinggiran tahun 1994
- Penghargaan dari Dewan Kesenian PSDM tahun 1991 para pameran Kerajinan Tumpang.
- Penghargaan dari Komando Daerah Militer V Brawijaya “Ajudan Jendral” atas partisipasinya dalam HUT ABRI ke 51 tahun 1997
- Penghargaan dari Dewan Kesenian Malang atas partisipasinya dalam Pameran Seni Rupa dan Kerajinan Kidungan 2 Kota Malang tahun 1989
- Penghargaan dari Akademi Pariwisata” Satya Widya” Surabaya pada seminar dan Pagelaran Wayang Topeng dari Malang tahun 1997
- Penghargaan Dari Dewan Kesenian Malang dan Padepokan Seni Mangun Dharma atas keikutsertaan aktif sebagai narasumber tahun 2000
- Penghargaan dari IPK Nadya Laksita Jogjakarta sebagai narasumber dan Instruktur Tari Berskelan Putri Malangan tahun 2021
- Penghargaan dari Gubernur Jawa Timur atas prestasinya dan Pengabdiannya dalam Bidang Seni Budaya 2003
Segudang prestasi yang diraih semasa pengabdiannya dengan beberapa penghargaan yang diterimanya atas partisipasinya pada pengembangan Seni tari di dunia budaya,
Paguyuban Margo utomo
Dalam mengembangkan Topeng Malangan, Rasimun bersama koleganya mendirikan Paguyuban “Wayang Topeng: Sri Margo Utomo” di tempat kelahirannya. Paguyuban diketuai oleh Bapak Ruslin, Mbah Rasimun juga pernah sebagai memimpin Paguyuban. Selama dalam kariernya Rasimun mengabdikan dirinya menjadi pelatih Wayang Topeng serta sebagai pengukir Topeng.
Kemahiran Mbah Rasimun dalam membuat/menyungging topeng dan penata/pembuat busana tari topeng tak bisa disepelekan. Karena hal tersebut, sejumlah penghargaan, baik dari instansi pemerintah dan swasta telah diterimanya.
Paguyuban Sri Margo Utomo juga sering dijadikan tempat rujukan magang dan pelatihan dari beberapa Perguruan Tinggi seperti Universitas Negeri Malang, ISI Jogjakarta, Universitas Negeri Surabaya, serta dari dewan Kesenian provinsi dan kabupaten Kota. Lembaga tersebut dengan mengirim tenaga penarinya untuk mencari ilmu dan mendapatkan pelatihan dari Mbah Rasimun dalam mendalami tari topeng dan tari budaya yang lainya. Tamu yang hadir ke paguyuban tersebut tidak saja dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri seperti dari Amerika serikat.
Berkembangnya seni budaya tradisional, tari Topeng dan sejenisnya tidak lepas dari kreasi dan kolaborasi antara Seni (art) dan Ilmu Pengetahuan (Science). Mbah Rasimun terinspirasi dari pengalaman pribadi dan intuisi belajar secara otodidak, serta ngangsu kaweruh dari kelompok pencinta seni budaya topeng malangan. Kehadiran Ki Soleh Adi Pramono Ketua dan sekaligus pemilik Padepokan Seni Mangun Dharma menambah khasanah kolaborasi antara seni dan Ilmu. Karena Ki Soleh dari akademisi yang tekun dan memiliki talenta bidang seni tradisional dan modern, sehingga perpaduan melalui belajar bersama antara keduanya menjadikan semakin kaya akan pengetahuan tari topeng dan pengembangannya.
Paguyuban “Wayang Topeng: Sri Margo Utomo” juga kedatangan sorang tamu terkenal, seorang Maestro tari serba bisa “Didik Nini Towok”. Sang maestro pun juga pernah ngangsu ngelmu tari topeng kepada Mbah Rasimun. Kehadiran Didik Nini Towok menambah khasanah dan pengalaman. Didik pun juga banyak membantu pengembangan paguyuban dan Mbah Rasimun.
Penutup
Mengenang masa keemasan, kejayaan, dan peran sebagai pewaris tari topeng Malangan adalah suatu keharusan. Ini penting untuk diingat bahwa pada masanya, seni tari topeng Malangan berkembang pesat dengan karakter dan keunikan tersendiri. Pewaris tradisi ini diharapkan menjadi saksi hidup yang menghormati kontribusi mereka yang terlibat dalam melestarikan seni tersebut.
Pada tahun 2004 yang silam, Mbah Rasimun telah meninggalkan kita selamanya, meninggalkan kenangan dan mewariskan seni tari topeng malangan. Tari Topeng di Glagahdowo dilanjutkan oleh Tari Topeng Grebeg Jawa, tarian topeng malangan yang meneruskan khas gunungsari. Sanggar Setyotomo pimpinan bapak Utomo tersebut terus mendidik dan melestarikan seni budaya ini dan semoga selalu ada generasi penerus yang dapat melanjutkan perkembangan Tari Topeng malangan berikutnya.
Penulis : Dr. Slamet Muchsin, M.Si
Penyunting : Aliyul Murtadlo, S.Pd
Baca pula Merawat Negara Hukum