Politik Uang = Non Multikultural

Hari ini pelaksanaan demokrasi di negeri ini masih sangat kental dengan berbagai persolaan rumit. Menurut laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) pada tahun 2021, indeks demokrasi Indonesia masih bertengger di posisi 52 dunia. Fakta tersebut merupakan hal yang teramat menggelitik karena Indonesia menjadi negara yang diklaim sebagai negara demokrasi, bahkan sudah menyelenggarakannya dalam dekade yang tidak singkat, namun masih nyaman bertengger di klasmen bawah.

Politik uang adalah momok yang menjadi salah satu sebab kenapa Indonesia memiliki penilaian kurang baik dalam berdemokrasi. Menurut hasil penelitian survei Burhanuddin dkk, (2019) menunjukkan besaran tingkat kecurangan pemilu melalui money politik di tingkat 20%-35% di tahun 2019.

Adalah konklusi kolektif bahwa politik uang adalah kejahatan paling mengerikan dalam mewujudkan demokrasi yang matang. Hal tersebut dikarenakan politik uang dapat menyebabkan korupsi. Ketika pejabat publik menerima suap, mereka mungkin bertindak dalam kepentingan pribadi mereka, bukan kepentingan publik. Hal ini dapat menyebabkan keputusan-keputusan yang merugikan masyarakat, seperti korupsi anggaran atau pemberian izin yang tidak adil.

Menurut Alexander Marwata, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tingginya biaya politik di Indonesia untuk menjadi wakil rakyat ataupun kepala daerah menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi. Politik uang merupakan salah satu praktik yang dapat menciptakan korupsi politik. Politik uang sebagai the mother of corruption adalah persoalan utama dan paling sering terjadi di Indonesia.

Politik uang juga merupakan bentuk tindakan non multikultural. Hal tersebut dikarenakan tindakan keji tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi multikultural. Demokrasi multikultural adalah demokrasi yang mengakui dan menghargai keragaman budaya dan identitas masyarakat. Politik uang, di sisi lain, dapat digunakan untuk mengeksploitasi keragaman budaya dan identitas masyarakat untuk keuntungan politik.

Ada beberapa cara dimana politik uang dapat dianggap sebagai tindakan non multikultural. Pertama, politik uang dapat digunakan untuk mengkooptasi suara minoritas. Kelompok-kelompok minoritas sering kali kurang terwakili dalam proses politik, dan politik uang dapat digunakan untuk membeli suara mereka. Hal ini dapat menyebabkan minoritas merasa tidak dihargai dan terisolasi dari proses politik.

Kedua, politik uang dapat digunakan untuk melanggengkan status quo. Kelompok-kelompok yang berkuasa sering kali menggunakan politik uang untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Hal ini dapat membuat sulit bagi kelompok-kelompok minoritas untuk mencapai perubahan yang mereka inginkan. Ketiga, politik uang dapat digunakan untuk menyebarkan kebencian dan diskriminasi. Kelompok-kelompok yang mempromosikan agenda yang berbahaya dapat menggunakan politik uang untuk menyebarkan pesan mereka. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan dan konflik di masyarakat.

Penulis : Imam Alfafan Yakub