Prof. KH. Nasaruddin Umar, MA., Ph.D Mengajak untuk Belajar Kepada Impersonal Teachers

Prof. KH. Nasaruddin Umar, MA., Ph.D mengajak seluruh pimpinan, dosen dan karyawan Universitas Islam Malang (UNISMA) untuk belajar kepada Impersonal Teacher. Pesan yang disampaiakan melalui forum Mbalah Aswaja tersebut bertajuk Fasawuf di Era Modern pada Rabu, 15 Januari 2020.

Beliau memulai penjelasan dengan Q.S AL-Baqarah : 151, yang berbunyi:

كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُون

Artinya: Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui. (Q.S AL-Baqarah : 151)

Dalam ayat ini, siapa Rasul yang dimaksud? Penggunaan kata “rasulan” pada ayat ini bersifat nakiroh yang berarti umum” Begitu penejelasan guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini. Bisa jadi Rasul yang dimaksud adalah ulama-ulama kita, termasuk KH. Tholchah Hasan. Sambil mengenang perjalanan dengan KH Tholchah, beliau menyinggung bahwa Unisma adalah keberkahan dari KH Tholchah Hasan.

Rektor Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran (PTIQ) tersebut sempat bercerita tentang keutamaan sholawat badar. Pertanyaan menggelitik ialah mengapa kita harus berdiri saat sholawa badar dibacakan? Jawabnya seorang ulama sederhana, jika seorang kepada negara yang hadir saja, kita diwajibkan berdiri. Bagaimana dengan yang datang adalah ruh pimpinan nabi dan rasul? tentu sebagai umat Islam kita lebih menghormati. 

Kata kerja pada ayat ini menggunakan fi’il mudhori’, salah satu makna dari penggunaan fi’il mudhori’ ialah sebagai present tense sekaligus future tense.  “Hal ini menjadi isyarat bahwa nabi tidak wafat, tetapi akan terus membimbing dan mensucikan umatnya” penejelasan beliau di Lantai 7 Gedung Ali bin Abi Tholib.

Tantangan Terjemahan Al-Quran

Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut juga menyinggung terjemah Kemenag sebagai terjemah terbaik dalam Bahasa Indonesia namun, jangan berhenti pada terjemah Kemenag, jika ingin mengetahui makna dan maksud Al-Quran harus belajar bahasa Arab. Beliau mejelaskan bahwa terjemah kemenag hanya untuk orang awam, karena di dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan yang mungkin bisa mengurangi maksud dari Al-Quran sebagai Kalamullah.

Perbedaan bahasa tidak mudah serta-merta diterjemahkan. Beberapa kata dalam Bahasa Arab tidak dapat diamaknai dalam bahasa Indonesia. Bahkan ada diksi dari Bahasa Arab yang memang tidak ada padanannya sekalipun.

Baca pula Pascasarjana Hadirkan Imam Besar Masjid Istiqlal untuk Kuliah Tamu

Selama seseorang belum belajar dari impersonal teacher, sejatinya ia belum belajar. Prof Nasaruddin menjelaskan bahwa Al-Quran dan hadits serta pengalaman spiritual banyak mengisyaratkan tentang bagaimana manusia harus belajar kepada impersonal teacher. Nabi Musa semisal berguru dengan berguru pada pohon ketika ia tersesat bersama istrinya, dan nabi daud berguru pada burung. 

Pembelajaran saat ini hanya mengandalkan deduksi akal, padahal dengan belajar dengan impersonal teacher, kita akan terbuka dengan ilmu-ilmu lain, di luar ilmu yang mengandalkan deduksi akal. (AL/PPS)