Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada 2021 ada 188 desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang menjadi arena perkelahian massal antar pelajar atau mahasiswa. Jawa Barat menjadi provinsi dengan lokasi kasus tawuran pelajar terbanyak, yakni terjadi di 37 desa/kelurahan. Selain itu, menurut channel9.id, pengeroyokan dan tawuran pelajar kembali marak terjadi setelah Pembelajaran tatap Muka digelar, padahal sedang pandemi covid-19.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat selama periode 2016-2020 ada 655 anak yang harus berhadapan dengan hukum karena menjadi pelaku kekerasan. Rinciannya, 506 anak melakukan kekerasan fisik dan 149 anak melakukan kekerasan psikis.
Fakta yang mencengangkan juga adalah bahwa hari ini kasus kekerasan bukan hanya terjadi antar anak dengan anak, namun juga terjadi oleh anak terhadap guru. KPAI mendata, kekerasan siswa terhadap guru mencapaoi 9,52 persen kasus.
Beralih kepada kasus narkoba, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa dari 87 juta populasi anak di Indonesia, sebanyak 5,9 juta di antaranya menjadi pecandu narkoba.
Kemudian berkaitan dengan kasus pernikahan anak, Unicef sebagai organisasi internasional yang fokus pada urusan anak melaporkan bahwa prevalensi perkawinan anak di Indonesia terbilang cukup tinggi yaitu mencapai 1,2 juta kejadian. Media Indonesia juga melaporkan bahwa dari data pengadilan agama atas permohonan dispensasi perkawinan usia anak, tahun 2021 tercatat 65 ribu kasus dan tahun 2022 tercatat sekitar 52 ribu pengajuan.
Potre-potret tersebut menunjukan bahwa krisis adab dan karakter dikalangan generasi muda Indonesia hari ini sangat nyata dan miris. Beberapa waktu lalu, kami mendapatkan cerita dari seorang guru yang mengeluhkan tentang rusaknya adab anak-anak di sekolah. Beliau mengatakan bahwa sangat jarang menemukan siswa yang punya hormat kepada gurunya. Jika dulu, siswa-siswa begitu patuh dan hormat pada gurunya, namun hari ini siswa-siswa justru bersikap seolah gurunya adalah temannya sendiri dan tidak ada batasan-batasan etika tertentu bagaimana seorang murid berinteraksi dengan gurunya. Menyakitkan mendengarkan fakta-fakta tersebut.
Berkaitan dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan krisis adab pada anak-anak, maka kami ingin mengatakan bahwa persoalan tersebut tidak bisa hanya mengandalkan pihak sekolah semata. Karena sekolah juga memiliki keterbatasan dalam melaksanakan proses pendidikan terhadap siswa. Waktu belajar di sekolah relatif singkat, hanya sekitar 6-8 jam sehari. Sementara itu, anak-anak menghabiskan waktu lebih banyak di lingkungan keluarga dan masyarakat. sekolah juga hanya memiliki satu guru untuk setiap kelas, sehingga sulit untuk memberikan perhatian yang maksimal kepada setiap anak. Kemudian sekolah tidak selalu dapat mengontrol lingkungan di luar sekolah, yang dapat mempengaruhi perilaku anak-anak.
Menurut kami, keluarga lah yang juga harus berperan paling depan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kurangajarnya anak-anak dimasa sekarang. Mempertajam pendidikan keluargalah sebagai alternatif dan resolusi pada masalah-masalah tersebut.
Pendidikan keluarga adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh orang tua untuk mendidik dan membimbing anak-anak mereka. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama yang diterima anak-anak, dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan mereka, termasuk dalam membentuk adab mereka.
Ada beberapa alasan mengapa pendidikan keluarga menjadi resolusi paling efektif dalam membentuk adab anak. Pertama, pendidikan keluarga berlangsung secara alami dan berkelanjutan. Anak-anak menghabiskan sebagian besar waktu mereka di rumah bersama orang tua mereka, sehingga orang tua memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendidik mereka tentang adab yang baik.
Kedua, pendidikan keluarga bersifat personal dan kontekstual. Orang tua dapat menyesuaikan pendidikan mereka dengan kebutuhan dan karakteristik anak masing-masing. Mereka juga dapat memberikan contoh dan teladan yang nyata bagi anak-anak mereka.
Ketiga, pendidikan keluarga bersifat holistik. Orang tua tidak hanya mendidik anak-anak mereka tentang adab, tetapi juga tentang nilai-nilai, moral, dan norma yang berlaku di masyarakat. Hal ini akan membantu anak-anak untuk mengembangkan adab yang baik dan menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab.
Kami berpandangan bahwa bentuk kebijakan yang bisa diambil oleh setiap pemangku kebijakan, terutama di level daerah adalah pemberlakukan jam belajar masyarakat. Poinnya adalah setiap anak diwajibkan untuk berada di rumah mulai jam 6 sore hingga jam 5 subuh. Dalam waktu tersebut, tidak boleh seorang pun keluar, kecuali pada keadaan-keadaan tertentu, termasuk harus didampingi oleh wali. Selama waktu tersebut, pihak aparat melakukan patroli secara berkala. Ketika ada yang ditemukan berkeliaran pada jam haram tersebut, maka anak tersebut dikembalikan ke rumah.
Tidak peduli si anak mau mengerjakan apa selama waktu tersebut, yang terpenting mereka berada di rumah. Kami percaya bahwa lambat laun interaksi antara orangtua dengan anak di rumah akan kembali terjalin intens dan harmonis. Karena persoalan adab hari ini sangat dipengaruhi oleh buruknya kualitas komunikasi orangtua dengan anak.
Dalam teori belajar sosial, disebutkan bahwa manusia belajar melalui interaksi dengan orang lain. Orangtua dapat menjadi model bagi anak-anak mereka. Ketika orangtua bersikap sopan dan santun, anak-anak mereka akan belajar untuk bersikap sopan dan santun juga.
Kemudian dalam teori teori belajar kooperatif menyatakan bahwa belajar akan lebih efektif jika dilakukan secara kooperatif. Jam belajar masyarakat dapat menjadi sarana bagi anak-anak untuk belajar secara kooperatif. Dalam jam belajar masyarakat, anak-anak dapat saling membantu dan belajar dari satu sama lain.
Dalam teori belajar kontekstual juga disebutkan bahwa belajar akan lebih efektif jika dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Jam belajar masyarakat dapat dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari anak-anak. Misalnya, dalam jam belajar masyarakat, anak-anak dapat belajar tentang tata cara makan, tata cara berbicara, dan tata cara berpakaian.
Mengacu kepada penjelasan-penjelasan tersebut, maka kami kembali menegaskan bahwa upaya yang bisa dilakukan untuk memperbaiki dan mewujudkan adab pada generasi muda adalah dengan memaksimalkan pelaksanaan pendidikan keluarga. Buktikan saja efektifitasnya.
Penulis : Imam Alfafan Yakub