Saya merasa beruntung tahun ini bisa diajak Bu Khofifah untuk berkunjung langsung ke maqbarah imam besar thoriqoh Al Qadiriyah yang masyhur itu.
Hal ini memenuhi undangan Syeich Afifuddin Al Jailani yang saya kenal sejak lama secara pribadi dan sering hadir ke majelis di Indonesia.
Beliau memimpin majelis taklim dan sering mengirimkan link link virtual acara pengkajian, beberapa ayat Al Qur’an yang akan dibahas dalam majelis ilmu rutinan beliau di Kuala Lumpur.
Artikel ini kelanjutan dari Menghidupkan Spiritualitas Thariqat Al Qadiriyah di Dunia Modern
Secara spiritual dan bidang thoriqoh, diyakini bahwa banyak manusia modern yang yang semakin hari, makin tidak tahu ketidakpastian hidupnya, mudhorotnya dunia modern.
Islam adalah ajaran dan jalan hidup, “the way of life”, kekuatan umat Islam juga ada di ikhtiar batin disamping kesungguh sungguhan dan kejujuran.
Indonesia adalah pusat Muslim baru ,- dibanding apa yang terjadi zaman khulafaurrasyidin dan peradaban Cordoba di Spanyol-, yang bisa maju tapi tetap menjunjung tinggi adab agama.
Oleh sebab itu tugas menghidupkan spiritualitas profesional dan profetik adalah tugas peradaban Islam ke depan.
Ketokohan Syeich Abdul Qodir Al Jailani di tengah kancah tasawuf internasional dan dunia sudah tak diragukan lagi. Pengikut al Qadiriyah ini sampai sekarang ada di India, Pakistan, Mesir, Turki dan juga Asia Tenggara terutama di Indonesia.
Contoh ketinggian filsafat hidup Syeich Abdul Qodir Al Jailani dapat dibaca antara lain dalam kitab “Fawaidul Mukhtaroh”, karya Habib Ali Bin Hasan Baharun.
Dituliskan dalam kitab tersebut bahwa dalam perjamuan ilmu, Syeich Abdul Qadir Jailani menghadap guru yang paling alim di jamannya. Diantara sahabat sahabat beliau, banyak minta doa dan restu ulama alim allamah di zaman itu.
“Dalam sebuah majelis pisowanan, seorang sahabat dari Syeich Abdul Qadir Al Jailani minta didoakan agar cepat kaya, ada yang minta didoakan agar mendapat pangkat dan naik jabatan sedangkan Syech muda Abdul Qadir Al Jailani ini meminta kedalam ilmu dan hikmah” (wawancara Gus Hafidz Karim, peserta muhibah ini )
Syeich Abdul Qadir al Jailani layak disebut sulthonul auliya karena ketinggian ilmu dan kebaikan akhlaknya, yang kuat riyadhoh batinnya; menghindarkan diri dari ketergantungan dunia fana, dan sangat patuh hormat kepada Ibunya. Inilah salah satu keutamaan beliau disamping istiqomah dalam kesahajaan.
Baca pula Khofifah Indar Parawansa: Teknokrat Ulung yang Menguatkan Marwah Jawa Timur di Eropa
Saat Ramadhan 1445 H lalu, Bu Khofifah memohon agar Syeich Afifuddin Al Jailani bersedia membuka cabang pengkajian rutin dan majelis bulanan di Indonesia karena KIP tahu betapa besar jumlah pengikut thoriqoh ini dan betapa penting keberadaan majelis ilmu yang beliau pimpin langsung secara rutin.
Uniknya, Syeich Afifuddin meminta syarat kepada Bu Khofifah, ” kalau mau begitu, saya menyarankan Ibu untuk ziarah langsung ke makam Syeich Abdul Qadir al Jailani dulu, baru ada kemungkinan cabang pengajian Islam di Indonesia akan dibuka”, jelasnya, “hal ini akan dibicarakan di Baghdad”, tuturnya.
Dalam muhibah ke kota “seribu satu malam” Baghdad, itu saya dan rombongan diajak ziarah para Wali, makam sayyidina Ali RA, merenung untuk menguatkan pandangan berbagai segi kepemimpinan umat, termasuk sosok fenomena Ibu dan perempuan dan masa depan bangsa.
“Ibu itu, – perempuan itu-, sebagaimana ajaran Al Qur’an dan sunnah Nabi SAW, dipandang sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah yang paling unik, istimewa dan paling menentukan di muka bumi” kata Syeich Afifuddin di berbagai majelis.
Sampai kini thoriqoh Al Qadiriyah An Naqsabandiyah dalam khasanah spiritual di kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan kelompok yang paling banyak pengikutnya.
Thoriqoh Al Qodiriyah Naqsabandiyah isinya antara lain dzikir tazkiyatul qulub, membaca sejarah silsilah atau manaqib, khataman Al Qur’an. Jalan spiritual ini paling hidup, paling semarak, namun jalur sutera antara Nusantara – Irak tidak merupakan jalur muhibah karena berbagai hal, antara lain faktor image keamanan, dan jalur penerbangan langsung yang terbatas.
Di masa depan, anak anak muda yang kuat akademik dan skillnya, kiranya perlu dikuatkan dengan spiritualitas profesional dan ketinggian akhlak, agar ke depan dalam dunia modern yang penuh ketidakpastian.
Akhir-akhir ini banyak anak muda yang terkena pukulan mental, tertekan situasi, sehingga terjangkit bipolar dari dunia baru serba hi-tech yang penuh kesemuan, dan 45 persen anak muda sulit cari kerja karena tak kuat dengan dunia yang berubah sangat cepat.
Kiranya peran majelis yang menguatkan psikologis dengan pendekatan agama seperti ini sangat perlu dilembagakan dengan cara cara dan metode baru yang pas bagi anak muda generasi Z.
Penulis:
Prof. M. Mas’ud Said,MM., Ph.D
Direktur Pascasarjana Unisma Malang, Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Jawa Timur