“Jamak diketahui bahwa arah dan tabiat pengelolaan sumber sumber strategis termasuk pelaksanaan pasal 33 UUD 1945, telah terkooptasi oleh sistem liberalisme yang menyeret masyarakat dan petani atau nelayan kecil dalam kesengsaraan”
Salah satu hal penting, dalam penelusuran landasan kepemimpinan yang berkarakter di Indonesia, adalah apa yang saya sebut sebagai Kepemimpinan Pancasila.
Maa huwa Kepemimpinan Pancasila? Atau apa maksud dan arti Kepemimpinan Pancasila (KP)? Makhluk apaan ini?
Maksud atau bayangan saya, KP ini: Kepemimpinan yang menjunjung tinggi akhlakul karimah. Kepemimpinan yang tidak berpaling dari koridor prinsip Ketuhanan yang Maha Esa, dan kepemimpinan yang menjunjung tinggi kemanusiaan, membangun peradaban yang unggul, berprinsip demokrasi dan keadilan.
Penelusuran dan pendalaman tentang KP, ini sangat dibutuhkan dan, sangat penting di tengah runtuhnya kepercayaan atas beberapa pemimpin yang terpilih secara demokratis. Setidaknya, saya menemukan urgensinya dalam beberapa konteks.
Pertama, dalam konteks pemerintahan. Kita sangat butuh menguatkan good governance (GG) atau pemerintahan yang baik. Dalam konteks public, selalu memikirkan kebutuhan dasar dan kesejahteraan rakyat. Kita sudah tak ingin kompromi dengan pemimpin yang suka memperkaya diri dan menerabas tatanan negara.
Bila KP ini sudah menjadi pohon ilmu atau batang ilmu secara akademik, pasti bagus untuk bisa menopang good corporate governance dan demokratisasi ekonomi.
KP dalam konteks kepemimpinan publik dan kepemimpinan pemerintahan, sangat urgen dirumuskan agar semua cita-cita pendiri bangsa, bagi bangunan negara yang adil dan makmur, ini bisa tercapai. Tanpa KP yang diberesi secara mendasar, maka, ke depan bangsa kita akan mengalami kesulitan, karena dipimpin dengan cara-cara yang tak bersumber pada falsafah kepemimpinan yang baik.
Kedua, KP penting dirumuskan untuk merapikan tatanan dan perbaikan arah industrialisasi, pengembangan bisnis dan perusahaan yang sehat. Dalam konteks menajemen industri dan perusahaan disebut good corporate governance (GCG) perlu dikuatkan hujjahnya atau academic basisnya.
Jamak diketahui bahwa arah dan tabiat pengelolaan sumber sumber strategis termasuk pelaksanaan pasal 33 UUD 1945, telah terkooptasi oleh sistem liberalisme yang menyeret masyarakat dan petani atau nelayan kecil dalam kesengsaraan.
KP sangat penting dalam ruang bisnis dan tatakelola perusahaan, juga urgen dalam memenuhi kebutuhan kepemimpinan politik dan kebutuhan Indonesia Emas yang sejahtera bermartabat.
Maka, saya, di Pascasarjana merasa perlu mengkaji dengan seksama tipe kepemimpinan KP ini. Karakteristik KP ialah kepemimpinan yang meletakkan persatuan dan harmoni sebagai basis pengambilan kebijakan dan keputusan. KP ini adalah hal baru yang memang belum banyak kepemimpinan yang menghormati. Pemimpin yang dalam kebijakannya mengutamakan mereka yang dipimpin, bukan sebaliknya.
Ketiga, KP penting, sebab hari-hari ini kita seperti krisis kearifan, krisis sosok yang arif, merakyat dan sosok yang adil, sosok yang ideal. Padahal sejak dulu, masyarakat kita dikenal sebagai salah satu masyarakat yang menjunjung tinggi harmoni, moral sosial dan penghormatan manusia atas manusia lain.
Kita dikenal sebagai penjaga keseimbangan sumber daya alam dan, derajat kemanusiaan masyarakat dengan tatanan sosial yang menjunjung tinggi keadilan yang tetap menjunjung tinggi local wishdom-nya.
Rindu Pemimpin yang Ajarkan Harmoni
Hal yang menarik adalah bahwa kita sendiri dan termasuk pejabat pemerintahan, sering alpa akan tugas kepemimpinan yang saling menguatkan yang berakar dari budaya adi luhung bangsa.
Kita rindu pemimpin yang mengajarkan harmoni, yang menjadi modal penting untuk membangun daerah dan membangun kejayaan negara.
Di tengah pesatnya pembangunan dan hilangnya beberapa perilaku arif di kalangan masyarakat modern, KP sangat urgen sebagai lawan dari perilaku elit politik dan pejabat pemerintahan maupun tokoh politik yang, sering berbicara kebaikan tapi perilakunya merongrong wibawa negara.
KP sangat diperlukan kembali dalam upaya menghidupkan keaslian adat istiadat kita dan membangun harmoni kita. Dalam ranah yang lain, bahkan hal ini berguna untuk menguatkan pemerintahan yang bersih dan merakyat.
Tentu pengembangan KP dan penelitian tentang hal ini, sangat relevan dengan Dasar Negara Pancasila, khususnya Sila Persatuan serta ajaran akhlakul karimah yang diwajibkan di semua agama, yakni berbuat adil sebagai lawan dari sistem kepemimpinan modern yang punya sikap apatis dan budaya saling mengalahkan.
Dalam konteks modern, KP ini adalah sesuatu nilai kepemimpinan yang harus dihidupkan lagi, karena dengan sikap ini, arah pembangunan akan sesuai dengan ajaran agama apapun.
Sengketa dagang, konflik politik dan kegalauan rakyat atas perilaku pemerintahan di era modern ini, jangan-jangan kurang belajar dari dasar kepemimpinan KP ini.
Acapkali kita yang mengaku sebagai bangsa maju beradab ini bersikap sebaiknya dan menghasilkan kacaunya nilai-nilai kebersamaan dan keadilan ekonomi. Rusaknya tata nilai modernitas sekarang ini, mungkin karena faktor kelalaian menguatkan nila luhur tersebut.
Kepemimpinan KP tak melegalkan perselisihan dengan sikap tak boleh saling memfitnah satu dengan lainnya. Masyarakat kita selama ratusan tahun, hidup dalam harmoni. Jarang terdengar percekcokan yang berakhir dengan tawuran, apalagi saling bunuh karena fitnah dan penyebar hoax. Fenomena hoax di dalam Pemilu dan Pilkada di era bangsa maju sekarang ini, adalah lemahnya Kepemimpinan model KP ini. Masyarakat modern kita sekarang ini sangat rentan dengan penyakit saling iri dan saling dengki. Sesuatu yang harus diakhiri untuk menunju masyarakat damai.
Masyarakat dan pemimpin Nusantara, dulu sangat ulung dalam mengamalkan harmonisasi masyarakatnya dengan contoh yang baik dari pemimpin adatnya. Semua intrik dan dengki, dapat dieliminasi, karena mereka tak mau iri dengki dan srei ini. Jangan-jangan segala pertikaian yang terjadi akhir akhir ini, karena kita terjangkit penyakit tak saling respek, tak saling hormat, saling menyalahkan dan saling menyerang satu dengan lainnya.
Kasus-kasus pemaksaan dalam masyarakat, penindasan dalam ranah publik, pencaplokan hak hak dasar orang lain, walau dibalut legalitas perijinan usaha, perijinan penguasaan lahan pertanian dan lahan industry, adalah alpanya dan absennya Kepemimpinan Pancasila.
Dalam konteks masyarakat modern, ketidakkeseimbangan, perkosaan akan hak rakyat oleh pemilik modal raksasa, sistem yang memaksa atas nama legalitas perijinan usaha dan pengelolaan tambang dan, penguasaan sumber kekayaan negara menjadi asal muasal ketimpangan ini berujung dari absennya KP ini.
KP sangat penting sebagai jembatan menuju implementasi pasal 33 UUD 1945 yaitu ‘Bumi Air Serta Kekayaan yang Terkandung di Dalamnya Dipelihara Oleh Negara dan Dipergunakan untuk Sebesar besarnya Kemakmuran Rakyat’.
Dalam ranah masa kini, fenomena kepemilikan lahan yang terlalu luas dan penggunaan bumi air dan kekayaan di dalamnya yang tak terkira dampak buruknya, menandaskan betapa pentingnya KP ini.
Butuh pemikiran kembali. Kita butuh terobosan moral untuk menuju keadilan sosial. Jangan sampai pemilik modal bisa memaksa-maksa pekerja dan masyarakat mengikuti kehendaknya.
Usul ke BPIP
Dengan pemimpin yang mempersatukan, maka tingkat kohesivitas masyarakat Indonesia akan meningkat. Sikap harmoni, sikap gotong, sikap toleransi yang menipis bisa dibangkitkan kembali.
Sikap toleransi diancam oleh sikap ananiyah atau kelompok yang mengental bisa dikurangi. Kasih sayang antar sesama ummat beragama, bisa dijaga. Anarkisme pemaksaan kehendak, sikap radikalisme di berbagai kelompok, bahkan kelompok agama, bisa dieliminasi.
Menurut analisis Badan Intelejen Negara (BIN), sikap radikalisme yang menguat bahkan bisa mengancam kebhinnekaan dan keberadaan NKRI
Kasus pencurian, beberapa kasus korupsi besar dan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara, anggota dan pimpinan DPR-DPRD di berbagai wilayah dan tingkatan, serta penyelenggara negara yang korup, juga berawal dari kurangnya sikap nerima ing pandum, yang bersumber dari nilai nilai luhur Pancasila. Korupsi adalah musuh kita bersama.
Dalam konteks pemerintahan, perdagangan serta pengembangan bisnis, rupanya kita mesti banyak belajar untuk meletakkan kejujuran sebagai syarat menuju perbaikan tatanan kebangsaan, tercapainya cita cita kenegaraan yang adil dan sejahtera.
Saya mengusulkan ke Kepala Badan Pengembangan Ideologi Pancasila (BPIP) dan dewan ahlinya, serta mengajak beberapa pakarnya, untuk menguatkan ide dan membangun pohon ilmu atau batang ilmu kepemimpinan baru yang, rupanya ada di tanah kesejarahan bangsa, tapi lama terkubur. Mari kita bangun ajaran publik tentang ilmu kepemimpinan Pancasila. Wallahu a’lam (*)
Penulis
Prof. M. Mas’ud Said, MM., Ph.D Direktur Pascasarjana Unisma