Direktur Pascasarjana Unisma, Prof. M. Mas’ud Said, MM., Ph.D beserta Wakil Direktur II, Dr. Rulam Ahmadi, M.Pd menjadi motor dalam penggalakan riset berbasis riset di Unisma, terutama Pascasarjana. Keterangan iru disampaikan ketika menjadi narasumber di Kampus Ramadhan Eps 16 yang disiarkan pada Sabtu, 9 Mei 2020. Acara kerjasama antara oleh NU Channel dengan Universitas Islam Malang kali ini bertemakan “Perkembangan IPTEK Berbasis Riset”.
Talkshow yang ditayangkan sebelum waktu berbuka puasa ini menekankan tentang pentingnya penelitian untuk pengembangan, bahkan dikatakan bahwasanya pengembangan harus didasarkan pada penelitian. Salah satu penyebab belum berkembangnya tradisi penelitian di Indonesia sebagaimana di Negara-negara Barat adalah belum terbentuknya kebiasaan menulis.
Tradisi yang ada di Indonesia masih dalam tahap bercerita dan membaca. Minimnya tradisi meneliti menciptakan adagium bahwa Perguruan Tinggi di Indonesia hanya menjadi Menara Gading. Anggapan ini muncul karena belum mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat. “Kita tahu bahwa khoirun naasi anfa’uhum linnasi. Jadi bias dikatakan bahwa kampus yang paling baik adalah yang mempu bermanfaat bagi masyarakat” papar Dr. Rulam Ahmadi
baca pula Pertahankan Online Lecturing di Era Pandemi
Selaku Direktur Pascasarjana Unisma, Prof. M. Mas’ud Said, MM, Ph.D menjelaskan bahwa saat ini, Program Pascasarjana Univeristas Islam Malang tengah menggalakkan IPTEK berbasis riset dengan skema 3 + 1 pelaksanaan riset. 3 skema + 1 ini adalah riset dengan supervise seperti pelaksanaan bimbingan tesis dan disertasi.
Skema kedua adalah mendorong para dosen untuk melakukan riset yang mana hasil riset akan diibukukan dan dijadikan bahan ajar di universitas. Skema ketiga, riset yang dilakukan melibatkan mahasiswa, sehingga terjadi transfer of knowledge antara dosen dan mahasiswa. +1 dalam skema ini adalah equivalensi, yakni perimbangan antara kegiatan pembelajaran di kelas dan di luar kelas.
Kegiatan pembelajaran di luar kelas ini dilaksanakan di tempat/ kantor dengan reputasi nasional. Pendekatan ini disebut pendekatakan andragogi, sebuah upgrade dari pedagogi. “indoor class kurang efektif bagi mahasiswa. Terlebih model pembelajaran ceramah untuk adult education, yang mana mahasiswa doctoral mayoritas adalah penceramah nasional. Masa kita mencerahai penceramah yang sudah menasional” tutur Guru Besar Ilmu Administrasi ini sambil bercanda.
Acara yang dipandu oleh Rektor Unisma ini menekankan pentingnya pengembangan IPTEK berbasis riset dalam semua lini kehidupan. Dalam hal pendidikan tinggi, disebutkan bahwa “puncak” menjadi mahasiswa bukan menghafal, membaca, atau menulis, melainkan mengkonstruksikan hasil penelitian menjadi aplikatif bagi masyarakat.
Sebuat riset disebut bermanfaat apabila dapat mencapai 3 hal, yakni dapat dijadikan temuan baru, dapat dimekarkan atau diimplementasikan, dan dapat berguna secara finansial. (NAD/AL/PPS)