Direktur Pascasarjana Jelaskan Digital Bureaucracy kepada Dinas Kominfo Se-Jatim

digital bureaucracy

Direktur Pascasarjana Unisma memberikan paparan digital bureaucracy kepada dinas kominfo se-Jawa Timur. Paparan tersebut diberikan saat Kopilaborasi di Gedung Grand Mercure Malang pada 14 November 2022.

Kopilaborasi adalah kegiatan Kominfo Jawa Timur yang bekerjasama dengan stakehoder. Kini Kopikolaborasi bekerja sama dengan TV9 dan juga Government Leaning Centre untuk kegiatan ini.

Menurut prof Masud, inisiasi e-government hakikatnya sudah dilaksanakan sejak tahun 2000. Tahun tersebut, pemerintah sudah merilis web masing-masing kota dan kabupaten. “Kalau saat ini masih ada kabupaten/kota belum memiliki website, sebut saja paguyupan, bukan pemerintah” tandasnya.

Baca pula Direktur Pascasarjana Jenguk Korban Tragedi Kanjuruhan di RSSA Malang

Prof Mas’ud tidak sendiri, ditemani pula Direktur TV9 Nusantara, A Hakim Jayli, S.AP., M.Si mengutip teori di awal tahun 2000 yang menyatakan “Media cetak adalah media kuno, media kini adalah televisi dan media masa depan ialah internet”. Menurutnya, pun TV9 mulai bermigrasi ke internet.

Meski demikian, TV memiliki kekuatan redaksi yang melakukan crosceck terhadap suatu peristiwa. Media sosial tidak memiliki itu, sehingga rawan sekali terjadi malinformasi, disinformasi dan missleading.

Prof Masud menekankan pada pentingnya digital bureaucracy untuk meningkatkan pelayanan publik agar semakin mudah diakses oleh masyarakat. Guru besar ilmu pemerintahan ini menjelaskan, setidaknya pemerintah memiliki 3 layer tata kelola. Pertama Layer pimpinan untuk merumuskan kebijakan. Kedua, layer pekerja teknis. Layer tiga, IT troops, rata-rata dinas belum memiliki ini.

Baca pula Kualitas Lulusan Menjadi Acuan Tujuan Pendidikan

Ketua ISNU Jatim ini juga menekankan pentingnya narasi yang baik dan terarah. “Orang lain harus tahu kalau kita kerja, dana apa hasil kerjanya”. Dengan demikian, tiap program akan tersosialisasi dan terpublikasi dengan baik.

Hakim Jayli menambahkan pentingnya membuat gerakan, bukan event semata. Gerakan hendaknya diawali dengan membangun narasi untuk mempersiapkan audience. Setelah siap, baru audience diberi informasi penting suatu program dan kebijakan.

Seperti hal-halnya film Hollywood, film disiapkan untuk mengusung narasi tertentu yang mendukung kebijakan negara. Sehingga masyarakat aware dan siap terhadap kebijakan yang ditetapkan. (AL/PPS)